Musyawarah Burung
Musyawarah Burung
(Dengan
indahnya Fariduddin Attar menceritakan pencarian dan perjalanan ribuan burung
yang mencari TUHANNYA, yang disimbolkan sebagai burung SIMURGH [PHOENIX]; dari
ribuan yang terbang mencari dan menempuh perjalanan, hanya 30 burung saja yang
berhasil sampai.... Duh Gusti... T_T ...)
Sekelompok
burung berkumpul dan memperbincangkan tentang singgasana raja mereka. Didorong
oleh kerinduan yang meluap-luap untuk menemukan sang raja, mereka pun mendaulat
Hud-hud yang bijak (seekor burung dengan jambul seperti kipas) untuk bersedia
menjadi penunjuk jalan. Hud-hud pun memberitahu mereka bahwa raja yang mereka
cari itu bernama Simurgh dan hidup bersembunyi di gunung Kaf. Akan tetapi,
perjalanan untuk menjumpainya sangatlah sukar dan berbahaya. Untuk mencapai
puncak gunung itu mereka mesti melintasi lima lembah dan dua gurun sahara;
setelah mereka melewati gurun sahara terakhir, barulah mereka dapat memasuki
istana sang raja.
Ketika
diberitahu perihal rintangan-rintangan yang bakal dilalui, burung-burung yang
memiliki kemauan lemah dan takut melakukan perjalanan mulai mengemukakan
berbagai dalih dan alasan. Burung Hud-hud pun lantas memberikan penjelasan dan
menjawab setiap pertanyaan dengan memuaskan, menghilangkan keragu-raguan
mereka, serta akhirnya berhasil membuat burung-burung bersedia melakukan
perjalanan menemui Simurgh.
Pada
awal perjalanan setiap burung disebut secara terpisah sesuai dengan
karakteristiknya, yang melambangkan perbedaan tipe manusia, dan sebagai suatu
kekuatan khusus dari jiwa. Sesungguhnya setiap burung merupakan aspek atau
kecenderungan jiwa manusia dan sekaligus tipe jiwa tertentu sesuai dengan
karakteristik yang menonjol. Burung-burung itu meliputi Hud-hud, pipit, beo,
ayam hutan, burung elang, frankolin, bulbul, merak, perkutut, merpati,
kutilang, dan lain-lain. Melalui deskripsi burung-burung itu, seseorang
menemukan kualifikasi dan bakat.-bakat khusus mereka sekaligus
karakteristik-karakteristik yang membatasi dan menghambat mereka.
Hud-hud
kemudian memaparkan kepada burung-burung itu perihal tujuh lembah yang harus
dilalui dalam perjalanan tersebut. Yang pertama adalah Lembah Pencarian. Di
sana, ada seorang mencari kebenaran dengan penuh gelisah, kata Hud-hud. Dengan
keteguhan dan ketetapan hati, ia mencari makna lebih mendalam dari tujuan
hidup. Hanya seorang pencari penuh pengabdian sajalah yang bisa melewati lembah
pertama dengan selamat dan terbang ke lembah kedua, yakni Lembah Cinta. Di sini
ia merasakan keinginan dan hasrat tak terhingga untuk melihat Raja Tercinta.
Gejolak api cinta mulai menyala dalam hati seseorang dan membakar semuanya.
Inilah tempat yang letih berbahaya ketimbang lembah pertama, karena di sana ada
banyak rintangan dalam perjalanan yang menguji cinta seseorang. Namun rasa
cinta itu mendorong sang pencari untuk keluar dari lembah ini dan menuju lembah
berikutnya yang lebih tinggi, yakni lembah ketiga.
Lembah
ketiga itu adalah Lembah Makrifat. Begitu seseorang memasuki tempat ini,
hatinya diterangi oleh Kebenaran. Di sini, ia memperoleh pengetahuan batin
tentang Kekasih. Sesudah itu, sang penempuh jalan spiritual melanjutkan
perjalanan menuju Lembah Keterpisahan, di mana ia kehilangan hasrat dan
keinginannya akan kepemilikan duniawi. Sama sekali tidak ada keterikatan pada
dunia materi bagi sang penempuh jalan spiritual yang melewati lembah ini.
Setiap
tempat baru yang dijumpai oleh sang penempuh jalan spiritual lebih berbahaya
ketimbang tempat sebelumnya, dan mesti dijelajahi setahap demi setahap. Sebab,
setiap tempat mempunyai berbagai ujian dan kesulitannya sendiri. Dengan
demikian, setiap perjumpaan dengan tempat baru adalah pengalaman baru juga.
Lembah
kelima adalah Lembah Kesatuan. Di sini sang penempuh jalan spiritual mengalami
bahwa semua wujud pada esensinya adalah satu bahwa segenap ide, pengalaman, dan
makhluk hidup sesungguhnya berasal dari Satu Sumber. Kemudian, sang penempuh
jalan spiritual tiba di Gurun Ketakjuban. Kini ia pun lupa pada eksistensi
dirinya dan eksistensi orang lain. Ia melihat cahaya bukan dengan mata pikiran,
tapi dengan mata hati. Pintu khazanah Ilahi, rahasia segala rahasia pun
terbuka. Di tempat ini, akal tidak lagi berfungsi. Di sini sang penempuh jalan
spiritual yang ditanya ihwal apa dan siapa dirinya bakal menjawab, "Aku
tidak tahu apa-apa.”
Akhirnya
tibalah Gurun Kefanaan dan Kematian. Di tempat ini, sang penempuh jalan
spiritual akan memahami bagaimana setetes air berbaur dengan samudera. Ia
tenggelam dalam Samudera Keesaan dengan Sang Kekasih. Ia telah tiba di tujuan
perjalanan untuk berjumpa dengan Raja.
Sesudah
mendengar paparan Hud-hud ihwal apa yang ada di depan mereka, burung-burung itu
sedemikian gembira sehingga mereka pun segera memulai perjalanan. Di
tengah-tengah perjalanan itu, sebagian dari mereka mati karena panas, dan
sebagian lagi tenggelam di laut; sebagian lainnya kelelahan dan tidak sanggup
melanjutkan perjalanan; sekelompok dari mereka dikejar-kejar oleh berbagai
binatang buas, tapi sebagian lainnya demikian terpesona dan terpukau oleh
keindahan negeri-negeri yang mereka lewati sehingga mereka pun tersesat dan
tertinggal jauh di belakang. Hanya tiga puluh burung yang tiba di tujuan,
Gunung Kaf.
Di
istana Sang Raja, penjaga gerbang memperlakukan ketiga puluh burung itu dengan
kasar. Akan tetapi, burung-burung itu yang sudah melalui berbagai macam
kesulitan--menahan sikap kasarnya. Akhirnya, pelayan pribadi Raja datang
menjemput dan membimbing burung-burung itu menuju ruangan Raja. Begitu masuk,
burung-burung itu melihat ke segenap penjuru sembari keheranan. Mereka tidak
tahu apa yang terjadi. Mereka seperti menghadap cermin besar, dan ternyata
melihat Sang Raja atau Simurgh adalah melihat bayangan tiga puluh burung itu
sendiri. Akhirnya mereka menyadari bahwa, dengan memperhatikan diri mereka
sendiri, mereka telah menemukan Sang Raja, dan bahwa dalam upaya mencari Sang
Raja, mereka telah menemukan diri mereka sendiri.
Mereka
yang telah melewati Tujuh Lembah Kesaksian itu telah tersucikan. Ketika mereka
tiba di istana Sang Raja, mereka mendapati bahwa Sang Raja tersingkap dalam
cermin kalbu-kalbu mereka.
Diambil dari note Kang Al....
Comments
Post a Comment